Penutupan Gerai Waralaba di Indonesia, Pengamat: Daya Beli Kelas Menengah Melemah

FRANCHISEGLOBAL.COM-Fenomena penutupan sejumlah gerai waralaba di Indonesia akhir-akhir ini menjadi sorotan tajam di dunia bisnis. Beberapa pakar menilai bahwa salah satu penyebab utama dari fenomena ini adalah penurunan daya beli kelas menengah. Hal tersebut menimbulkan dampak signifikan terhadap kinerja bisnis waralaba yang umumnya bergantung pada kekuatan konsumsi masyarakat.
Seorang pengamat ekonomi menyampaikan bahwa penurunan daya beli ini dipicu oleh berbagai faktor ekonomi yang kompleks. Mulai dari peningkatan harga kebutuhan pokok, hingga beban keuangan rumah tangga yang meningkat akibat kenaikan biaya hidup. Situasi ini membuat masyarakat lebih selektif dalam mengelola pengeluaran mereka, termasuk dalam membelanjakan uang untuk produk dan layanan dari waralaba.
Pengamat sosial ekonomi pertanian, Floribertus Rahardi. Ia menyebut situasi ini dapat memberikan dampak luas terhadap berbagai sektor perekonomian.
"Daya beli kelas menengah kita ngedrop drastis. KFC memang baru menutup beberapa gerai, tetapi dampaknya tidak hanya dirasakan oleh karyawan KFC. Ini juga berimbas pada peternak ayam, pabrik tepung, minyak goreng, hingga petani kentang dan cabai," ujar Rahardi.
Tak hanya itu, kompetisi bisnis yang semakin ketat juga berkontribusi pada lesunya kinerja beberapa gerai waralaba. Inovasi yang stagnan serta ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan perubahan gaya hidup konsumen menjadi tantangan besar yang harus dihadapi oleh pelaku usaha.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa situasi ini dapat menjadi momen bagi waralaba untuk berbenah dan memperkuat daya saing. Strategi seperti inovasi produk, peningkatan layanan, dan pemanfaatan teknologi digital diharapkan dapat membantu waralaba bertahan di tengah tantangan ini.
Industri waralaba di Indonesia masih memiliki potensi besar, terutama dengan pertumbuhan kelas menengah yang diharapkan pulih seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi. Para pelaku bisnis diimbau untuk terus beradaptasi dan memperkuat daya tarik merek mereka agar tetap relevan di mata konsumen.
Pengaruh kuat kapitalisme global dalam budaya konsumsi terlihat jelas dari pengalaman Esthi Susanti saat berwisata ke Tiongkok beberapa tahun lalu. Ia mengaku terkejut dengan pemandangan antrean panjang di sebuah gerai KFC di Beijing.
"Salah satu peristiwa yang begitu berbekas adalah pemandangan pembeli KFC. Saya melihat antrean yang begitu panjang sampai di luar gedung di Beijing," ungkap Esthi.
Rahardi menilai pola konsumsi seperti ini juga menjadi salah satu alasan restoran cepat saji dapat bertahan di negara-negara besar seperti Tiongkok. Namun, di Indonesia, perubahan gaya hidup akibat menurunnya daya beli masyarakat memaksa banyak konsumen "turun kelas".
